SEJARAH

Sejarah Desa Parakan Kecamatan Leuwimunding Kabupaten Majalengka

Parakan adalah desa yang di mana dahulunya bernama Gunung Sari Tarajutisna dan di daerah tersebut  ada makam  Buyut Tarajutisna dan pemakaman itu sebenarnya bukanlah wujudnya manusia, yang dikubur berupa batu dan pekakas seperti pedang, keris, dan alat perkakas lainnya. Yang terletak di wilayah barat desa gunungsari tarajutisna / sekarang Desa Parakan.

Pada zaman itu perkakas tersebut dianggapnya sebagai benda kramat oleh masyarakat Gunungsari Tarajutisna. menurut orang tua, dahulu perkakas itu tidak boleh digali atau dirusak oleh siapa saja. Tetapi kepercayaan itu sekarang sudah hampir hilang karena kepercayaan menyembah dan menganggap keramat kepada benda atau kuburan itu dinamakan animisme.

Dalam Kisah babad tanah cirebon di wilayah majalengka ada kerajaan Rajagaluh yang dipimpin oleh seorang raja yang bernama Galuh Pakuan dan agama yang dianutnya oleh mereka yaitu agama Hindu.  Konon katanya putra seorang raja galuh pakuan mempunyai seorang putra laki-laki yang hobi sekali marak / mengkong (menangkap ikan) dan suatu ketika putra  sang raja mengkong / marak

 di desa Gunung Sari Trajutisna hampir setiap hari putra sang raja marak di daerah tersebut yang tepatnya di sungai cikamangi di leuwi cadas dan leuwi sumar akan tetapi marak/ mengkong itu menimbulkan berbagai kerusakan-kerusakan seperti sawah dan tebing yang dekat sungai itu menjadi rusak.

Tindakan putra sang raja itu diketahui oleh Nyi Rambut Kasih dan akhirnya nyi rambut kasih dalam hatinya merasa kesal melihat perbuatan mereka itu, kemudian ia mengambil tusuk kondenya  lalu diciptakanlah menjadi ikan yang besar yaitu ikan senggal yang warnanya putih. Setelah sungai itu airnya surut, maka ramai-ramailah mencari ikan, kemudian ikan senggal jadi-jadian itu menggigit atau matil (sunda) dengan siripnya sampai akhirnya putra sang raja tewas.

Sejak itu desa tersebut terkenal menjadi tempat pemarakan / menangkap ikan dan akhirnya menjadi Desa Parakan sampai saat ini.

1. Kisah Kayu Jati Parakan

Menurut cerita rakyat yang berkembang bahwa Desa Parakan mempunyai kisah yang unik dan punya efek  psikologis sampai sekarang masih banyak yang meyakini kebenarannya. Cerita asal usulnya sebagai berikut : Dahulu kala di daerah yang bernama Parakan banyak tumbuh kayu jenis jati yang mutunya sangat bagus. Dan ketika Kanjeng Syaikh Syarif Hidayatullah membangun mesjid Agung di Cirebon pasokan kayu jatinya dari Parakan. Ketika akan menyelesaikan bangunan mesjid tersebut dan utusan Syek Sarif Hidayatullah datang ke Parakan mau mengambil kayu jati ternyata kayu jatinya sudah hamper habis karena di curi oleh orang orang yang tidak bertanggungjawab.

Utusan tersebut langsung pulang lagi dan melaporkan kejidian tersebut. Syek Syarif Hidayatullah mendengar laporan tersebut langsung berucap            “ Barang siapa yang mengambil kayu jati dari desa Parakan dan di bawa keluar desa Parakan maka akan mengakibatkan  bala (kehidupan yang buruk ) “

Sejak itulah kayu jati Parakan menjadi aman dan tidak dicuri orang lagi, karena menurut cerita rakyat bahwa yang memaksa larangan tersebut betul-betul tertimpa bala atau  mengalami kehidupan yang buruk. Dan sampai sekarang sebagian masyarakat baik masyarakat desa Parakan bahkan masyarakat diluar desa Parakan pun masih ada yang meyakini kebenarannya.

KUWU – KUWU DESA PARAKAN

1. Kuwu Dopang, Tahun 1852 – 1862
2. Kuwu Dayung
3. Kuwu Wangsa Gama
4. Kuwu Bengo
5. Kuwu Juhar Turci
6. Kuwu Karnawi   Tahun 1913 - 1929
7. Kuwu Kartawirja  ( Kuwu kaji )  sampai dengan  tahun 1932
8. Kuwu Sarti   Alias Bapak Kuwu Gede , Tahun  1933 – 1934
9. Kuwu Sukarmah al Amyah,  Tahun 1934 – 1962
10. Kuwu Sarya, Tahun 1962 – 1965
11. Kuwu Ardam , Tahun 1965 – 1967
12. Kuwu Eje Tahun 1967 – 1980
13. Kuwu Usman, Tahun 1980 – 1989
14. Kuwu Adju Tahun 1989 – 1998
15. Kuwu Suherman, Tahun 1998 – 2008
16. Kuwu Uhendi, Tahun 2008 -  2015
17. Kuwu Adang, Tahun 2015 – 2021
18. Kuwu Atang Tahun 2021-Sekarang